MPR RI bekerjasama dengan Universitas Mercu Buana (UMB) Yogyakarta, Sabtu (24/5) menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat bertemakan âReformulasi Sistem Perencanaan Pembangunana Nasional Model GBHNâ, dengan bertempat di Auditorium Rektorat UMB Yogyakarta. Keynote speaker dalam acara tersebut, Ir. Abidin Fikri, SH., Mhum yang merupakan anggota Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan Indonesia, serta narasumber Awan Santosa, SE., MSc, Dosen UMB Yogyakarta. Acara yang dihadiri oleh sekitar 150 peserta tersebut dibuka oleh Rektor UMB Yogyakarta, Dr. Alimatus Sahrah, Msi.MM.
Rektor dalam sambutannya menyampaikan rasa bangganya bahwa salah satu alumninya kini duduk sebagai anngota MPR. Rektor juga berharap agar jejak sukses Ir. Abidin Fikri, SH., Mhum menjadi pemacu motivasi bagi segenap mahasiswanya.
Selain itu, Rektor juga menyampaikan bahwa setelah dihapuskannya GBHN, bangsa ini justru semakin menyadari betapa pentingnya GBHN. Maka Rektor menyampaikn dukungannya terhadap adanya suatu model GBHN agar Indonesia memiliki arah yang jelas dalam pembangunan. Rektor juga berharap agar para akademisi turut dilibatkan secara aktif dalam perumusannya.
Sementara Ir. Abidin Fikri menyampaikan bahwa dirinya sebagai anggota Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan Indonesia bertanggung jawab untuk menyerap aspirasi dari masyarakat, termasuk diantaranya para akademisi, untuk agenda perumusan suatu rencana bagi pembangunan nasional model GBHN.
âHal ini mengingat bahwa reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN menjadi salah satu dari tujuh isu yang kini berkembang di masyarakatâ, ujar Abidin.
Selain itu, Abidin juga mengkritik UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional tahun 2005-2025. Menurutnya, RPJP Nasional tidak dapat dianggap sebagai âhaluanâ.
âPasalnya, UU ini lebih mencerminkan visi personal presiden yang belum tentu mengarah pada tujuan nasional. Selain itu, tidak diatur juga mekanisme untuk menyesuaikan / memperbaharui RPJPN dengan kondisi kekinian seperti GBHN yang selalu disesuaikan / diperbaharui setiap lima tahunâ, papar Abidin.
Oleh karena itu, ia berharap MPR kembali diberikan wewenang untuk menetapkan GBHN. MPR, menurut Abidin diibaratkan sebagai âsosok Bapakâ yang mengayomi lembaga-lembaga negara lainnya dikarenakan pandangan bahwa MPR yang dianggap mencerminkan perwujudan keinginan negara dalam bentuk UUD.
âDengan analogi sosok âBapakâ tersebut, maka MPR adalah lembaga yang berhak ditugaskan untuk menyusun GBHNâ, pungkas Abidin.
Sedangkan Awan Santosa dalam pemaparannya menyampaikan keprihatinanannya bahwa bangsa ini dalam perjalanannya justru menjauh dari cita-cita konstitusi. Bahkan menurutnya hal itu dilakukan secara sengaja, sitematis, bahkan sepintas nampak âlegalâ. Ia mencontohkan mengenai Amandemen UUD 1945 pasca reformasi yang menghapus bagian Penjelasan yang mengamatkan demokrasi ekonomi dn cita-cita Indoensia berkoperaso di pasal 33. Selain itu, juga amandemen UUD 1945 pasca reformasi yang telah menghilangkan GBHN yang sesungguhnya dapat menjadi pedomana operasional jalan yang mesti ditempuh bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita UUD 1945.
âMaka tampak semakin nyatalah bagaimana pengabaiannya terhadap jalan konstitusi UUD 1945â, tandas Awan.
Maka menurut Awan, jalan satu-satunya adalah dengan kembali pada cita-cita dan jalan pendiri bangsa yakni jalan konstitusi. Gagasan reformulasi perencanaan pembangunan nasional melalui penghidupan kembali GBHN semestinya mengikuti semangat ini.
âGBHN akan menjadi pedoman operasional dan upaya mewujudkan amanat UUD 1945 yang disusun menurut sistematika, tahapan, dan prioritasâ, pungkas Awan sembari mnyerahkan âRekomendasi Jalan Konstitusi Sebagai Acuan Penyusunan GBHN di Bidang Sosio-Ekonomiâ kepada Ir. Abidin Fikri, SH., Mhum selaku Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan Indonesia. (Lilik Purwanti-Humas UMB Yogyakarta)