Negara Agraris dan Problem Alih Fungsi Lahan Pertanian
08 Jan 2013
2351
by Admin Demo

CIMG6047

(5/1) Keprihatinan terhadap pemerintah yang terus mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor beras, dengan alasan stok beras nasional yang sedikit menjadikan ironi tersendiri mengingat nusantara ini merupakan Negara Agraris yang subur dan beberapa tahun sebelumnya menikmati swasembada beras. Berangkat dari keprihatinan tersebut, Himpunan Mahasiswa Agroteknologi Universitas Mercu Buana (UMB) Yogyakarta menyelenggarakan Seminar Regional dengan mengusung tema Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian yang bertempat di Fakultas Agroteknologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Hadir sebagai Pembicara, Kepala Bapeda DIY, Ir. Srie Kyatsiwi, MMA; Direktur Improsula dan Anggota Dewan Ketahanan Pangan Pusat, Bapak P. Saridjo; serta perwakilan salah seorang mahasiswa UMB Yogyakarta, Arief Prasetyo.

“Stok beras yang terus berkurang tentu mempunyai penyebab. Alasan musim dan serangan hama, tentu bukan alasan satu-satunya. Begitu pula kelangkaan dan mahalnya harga pupuk yang kemudian justru dibarengi dengan anjloknya harga beras dan hasil pertanian lainnya. Hal yang justru harus diperhatikan adalah terjadinya penyusutan drastis lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi tanah non pertanian, seperti pemukiman, perindustrian, tempat rekreasi, dan lainnya”, papar Slamet Nurdiansyah, Ketua Himpunan Mahasiswa Agroteknologi UMB Yogyakarta dalam sambutannya. Dampak alih fungsi lahan ini menurut Slamet kemudian menjadi faktor permanen dari berkurangnya produksi pertanian, karena sekali berubah fungsi maka mustahil akan kembali menjadi lahan pertanian, atau setidaknya jika pun kembali maka kualitas lahannya menjadi tidak sesubur sebelumnya.

Sementara, Bapak P. Saridjo dalam pemaparannya mengatakan bahwa implementasi dari Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) yang memiliki dasar hukum UU 41 Tahun 2009 dan Perda DIY Tahun 2011 secara signifikan akan maampu menghambat laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian apabila berorientasi pada keberlanjutan penghidupan masyarakat agraris dengan didukung keterampilan dan sarana yang memadai untuk memperbaiki penghidupannya; memperkuat sistem pangan komunitas yang berarti bahwa masyarakat pemilik lahan dan pengakses cadangan lahan maupun kawasan lahan PPB berhak atas komodite yang akan dibudidayakan sesuai dengan potensi lahan dan kebutuhan pangan masyarakat setempat; bersinerginya kebijakan dan program para pihak; serta melibatkan partisipasi masyarakat agraris dalam perencanaan, penetapan, dan pemanfaatannya. (Lilik Purwanti-Humas UMB Yk).