Indonesia kini tengah bersiap melakukan migrasi penyiaran analog menuju era penyiaran digital. Selain kesiapan infrastruktur teknogi, konten yang berkualitas juga menjadi tantangan masa depan penyiaran digital.
Akademisi sekaligus pengamat media dari Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Rani Dwi Lestari, M.A mengungkapkan, era penyiaran digital memungkinkan adanya diversity of content atau keragaman konten siaran yang memberikan banyak pilihan bagi khalayak.
"Pada akhirnya konten berkualitas menjadi tantangan media penyiaran untuk bertahan ditengah persaingan yang semakin ketat, baik dari sesama platform media penyiaran maupun media lain termasuk media sosial," ungkap Rani dalam kegiatan webinar nasional "Literasi Media dan Trend Media Massa di Era New Normal" yang diselenggarakan oleh Universitas Putera Batam (UPB) secara daring, Sabtu (19/06/2021).
Menurut Rani, spirit penyiaran digital pada dasarnya memiliki banyak sisi positif bagi masyarakat. Diantaranya kualitas siaran yang akan menjadi lebih baik, keragaman pilihan konten siaran, termasuk adanya diversity of ownership yang memungkinkan lembaga penyiaran tidak hanya dimonopoli oleh pemodal besar saja.
"Penyiaran digital juga dapat menghemat penggunaan spektrum frekuensi yang terbatas. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk hal lain misalnya meningkatkan layanan internet broadband yang saat ini tidak bisa dipisahkan dari aktivitas masyarakat maupun pemangku kepentingan," paparnya.
Meski demikian, lanjut Rani, adanya keragaman konten dan keragaman kepemilikan lembaga penyiaran, bukan berarti tanpa resiko. Pasalnya, secara regulasi maupun pengawasan tentu membutuhkan upaya yang lebih.
"Meski regulator penyiaran seperti KPI memiliki kewajiban terhadap pengawasan isi siaran, namun bukan berarti publik bisa acuh. Justru kita sebagai audience punya peran strategis untuk ikut menjadi pengawas konten siaran agar tidak melanggar etika serta memiliki kemanfaatan bagi masyarakat,” tandasnya.
Sementara itu, praktisi media dari CNN Indonesia, Guntur Yudinata, M.I.Kom menegaskan, setiap khalayak media termasuk generasi muda, kini memiliki tanggung jawab untuk ikut serta mengawasi media.
"Generasi muda bisa menjadi bagian dari agent of change dalam pengawasan isi konten media termasuk menangkal berkembangnya hoax di berbagai level masyarakat mulai dari keluarga," tegasnya.
Senada dengan hal tersebut, akademisi ilmu komunikasi dari Universitas Putera Batam (UPB), Sholihul Abidin, M.I.Kom, menambahkan, tantangan masa depan media memerlukan adanya khalayak media yang terliterasi. "Literasi menjadi kata kunci bagi masyarakat untuk menghadapi era digitalisasi media di berbagai platform," imbuhnya.